Lanjut ke konten

Tugas Peta-peta dalam fonologi

M. Fachrijal Ilmi            A1B109232
Hantani            A1B109227
Noorma’rifah Kasfi     A1B109243

Nurhidayah             A1B112208
Rahmadaniah Fitri        A1B112219
Meliana Dewi Nastuti    A1B112210
Siwi Andani Widiastuti    A1B112224
M. Aidil Arafat            A1B112207

Peta vokal
            Depan                Pusat                Belakang
        TB            B    TB            B    TB            B
Tinggi              i                                                u
                 I                                            U
Tengah        e                ə                        o
                 Ʃ                                        ɔ
                                a
Rendah  

Keterangan    : TB = Tak Bundar
         B = Bundar
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut itulah, kemudian kita member nama akan vokal-vokal itu, misalnya:
[i] adalah vokal depan tinggi tak bundar
[e] adalah vokal depan tengah tak bundar
[ə] adalah vokal pusat tengah tak bundar
[o] adalah vokal belakang tengah bundar
[a] adalah vokal pusat rendah tak bundar
Secara vertikal. Vokal tinggi, misalnya bunyi [i]dan [u], vokal tengah, misalnya bunyi [e] dan [ə] , dan vokal rendah, misalnya [a].
Secara horizontal. Vokal depan, misalnya bunyi [i] dan [e], vokal pusat misalnya [ə], dan vokal belakang, misalnya bunyi [u] dan  [o].

Peta konsonan
       Tempat artikulasi

Cara artikulasi    bilabial    labiodental    apikodental    laminoalveolar    laminopalatal    dorsovelar    faringal    glotal
hambat    P b            t d        k g        ?
geseran        f v    θ   ð    s z    ʃ   Ȝ       x          h    
paduan                          C
        J            
seangauan    m            n    Ñ        ŋ        
getaran                r                
sampingan                l                
Hampiran    w                y            

Konsonan dibedakan berdasarkan tempat artikulasi dan cara artikulasi.
•    Berdasarkan tempat artikulasinya, ada empat konsonan, yaitu:
1.    Bilabial, yaitu konsonan yang terjadi pada dua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan bilabial yaitu p, b, dan m.
2.    Labiodental, yaitu konsonan yang terjadi pada gigi bawah bibir atas, gigi bawah merapat pada bibi atas. Yang termasuk konsonan labiodental yaitu f dan v.
3.    Laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi, dalam hal ini daun lidah menempel pada gusi. Yang termasuk  konsonan laminoalveolar yaitu t dan d.
4.    Dorsovelar, yaitu konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan dosovelar yaitu k dan g.
•    Berdasarkan cara artikulasinya, artinya bagaimana gangguan dan hambatan yang dilakukan pada arus udara itu, maka konsonan dibedakan atas:
1.    Hambat (letupan, plosive, stop). Di sini artikulator menutup sepenuhnya aliran udara, sehingga udara terhalang di belakang tempat penutupan itu. Kemudian penutupan itu dibuka secara tiba-tiba, sehingga terjadinya letupan. Yang termasuk konsonan letupan ini adalah p, b, t, d, k, dan g.
2.    Geseran. Di sini artikulator aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit, sehingga udara yang lewat mendapat gangguan di celah itu. Yang termasuk konsonan geseran adalah f, s, dan z.
3.    Paduan. Di sini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran udara , lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif. Yang termasuk konsonan ini adalah c dan j.
4.    Sengauan atau nasal. Di sini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui mulut, tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan bebas. Contoh konsonan nasal adalah m, n, ñ dan ŋ.
5.    Getaran atau trill. Di sini artikulator aktif melalui kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang. Contohnya konsonan r.
6.    Sampingan. Di sini artikulator aktif  menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut , lalu membiarkan udara keluar melalui simpang lidah. Contoh konsonan l
7.    Hampiran. Di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal, tetapi tidak cukup sempit untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu, bunyi yang dihasilkan juga sering disebut semi vokal. Di sini hanya ada dua buah bunyi, yaitu w dan y.

Peta Diftong
 

Terjadinya diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika menghasilkan bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strukturnya, Namun yang dihasilkan bukan dua buah bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel.
Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah [au] seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti terdapat pada kata cukai dan landai. Apabila ada dua buah vokal berturutan, namun yang pertama terletak pada suku kata yang berlainan dari yang kedua, maka di situ tidak ada diftong, Jadi, vokal [au] dan [ai] pada kata seperti bau dan lain bukan diftong.
Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun. Disebut diftong naik karena bunyi pertama posisi lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua, sebaliknya disebut diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua. Dalam bahasa Indonesia hanya ada diftong naik, sedangkan dalam bahasa Inggris ada diftong naik dan ada diftong turun.

Wacana

LINGUISTIK UMUM

WACANA

 

Dosen Pembimbing: Noor Cahaya, S.Pd, M.Pd

 

 

 

Oleh:

 

Nurhidayah               A1B112208

Rahmadaniah Fitri     A1B112219

Meliana Dewi Nastuti A1B112210

Siwi Andani Widiastuti A1B112224

M. Aidil Arafat           A1B112207

M. Fachrijal Ilmi         A1B109232

Hantani                     A1B109227

Noorma’rifah Kasfi      A1B109243

 

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2012

 

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah makalah kami yang berjudul “Wacana” dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Noor Cahaya, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Linguistik Umum yang telah bersedia memberikan bimbingan dan arahan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun dari segi penyusunannya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan kami ini.

Akhir kata, semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    2. Rumusan

    3. Tujuan

    4. Manfaat

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Wacana

2.2 Jenis-jenis Wacana

2.3 Kohesi dan Koherensi

 

PENUTUP

3.1 Simpulan

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

Ada tiga kelompok pengertian wacana, yakni pengertian wacana yang dikembangkan oleh aliran struktural, fungsional, dan struktural-fungsional (Schiffrin, 1994:23-41). Menurut aliran struktural, wacana merupakan organisasi bahasa di atas tataran kalimat atau klausa (Stubbs, 1983:10). Wacana merupakan unit-unit bahasa yang lebih besar dari klausa atau kalimat. Kridalaksana (1984:208), misalnya, menegaskan bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi, dalam hierarki satuan gramatikal.

Pengertian wacana menurut pakar linguistik Indonesia, tergolong jenis struktural, yakni mengartikan wacana sebagai  rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi satu dengan proposisi lain sehingga membentuk kesatuan. Badudu (2000), misalnya,  mengartikan wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi satu dengan yang lainnya, yang membentuk satu kesatuan sehingga terbentuk makna yang serasi di antara kalimat tersebut. Wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi di atas kalimat dengan koherensi dan kohesi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang jelas, yang disampaikan secara lisan ataupun tulis.

Pandangan fungsional, wacana dianggap sebagai bentuk kebiasaan sosial . Pandangan ini didasarkan pada pemikiran bahwa (a) bahasa bagian dari masyarakat dan tidak berada di luarnya, (b) bahasa merupakan proses sosial, (c) secara sosial bahasa merupakan proses yang terkondisi oleh faktor non bahasa dari masyarakat. Kondisi sosial tersebut terkait dengan proses produksi dan interpretasi wacana. Dalam pandangan tersebut, wacana adalah bahasa dalam penggunaan untuk berkomunikasi . Komunikasi kebahasaan tersebut dipandang sebagai aktivitas sosial antara pembicara dan pendengar, yang bentuk aktivitasnya ditentukan oleh tujuan sosialnya .

Komunikasi lisan atau tulis didasari oleh  kepercayaan, sudut pandang, nilai dan kategori yang masuk di dalamnya (organisari dan representasi pengalaman). Dalam komunikasi (lisan atau tulis) itu, wacana berupa pernyataan yang berasal dari berbagai bidang yang bersifat individual atau kelompok .

Aliran struktural-fungsional   wacana merupakan tuturan ungkapan , yang di dalamnya terdapat unsur struktur, fungsi, dan konteks. Menurut faham ini sebuah wacana (a) dalam tataran sintaktis, wacana mempunyai urutan , (b) secara semantik dan pragmatik, sebuah wacana   mempunyai tujuan. Untuk memahami wacana, secara sintaktis, penafsir perlu mengenal dan memahami  prinsip-prinsip yang mendasari urutan suatu tuturan, dan tipe tuturannya. Secara semantik penyampai dan  penafsir wacana, perlu mengenal dan memahami makna dan cara penggunaannya. Secara pragmatik, penyampai dan  penafsir wacana, perlu mengenal organisasi wacana, dan penggunaannya.

    1. Rumusan

Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini akan mencoba merumuskan masalah apa saja yang akan dijawab dalam pembahasan. Rumusan masalahnya sebagai berikut.

  1. Apa yang dimaksud dengan wacana?

  2. Apa persyaratan terbentuknya wacana?

  3. Apa saja jenis wacana?

  4. Apa itu kohesi dan koherensi?

 

    1. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk:

  1. Menjelaskan pengertian wacana.

  2. Menjelasakan persyaratan terbentuknya wacana.

  3. Mengetahui jenis-jenis wacana.

  4. Dapat menjelaskan kohesi dan koherensi.

    1. Manfaat

Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif di antaranya.

  1. Pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan tambahan dalam mengetahui dan memahami pengertian wacana..

  2. Sebagai acuan untuk penjelasan makalah wacana berikutnya.

 

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Wacana

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

 

Persyaratan Terbentuknya Wacana

Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent). Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis sehingga menunjukkan kerunutan ide yang diungkapkan.

Pengertian wacana dapat dilihat dari berbagai segi. Dari segi sosiologi, wacana menunjuk pada hubungan konteks sosial dalam pemakaian bahasa, sedangkan dari segi linguistik, wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Di samping itu, Hawthorn (1992) juga mengemukakan pengertian wacana merupakan komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang termasuk di dalamnya.

 Munculnya pengertian wacana yag beragam tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang dalam melihat gejala berupa bahasa. Misalnya, pakar linguistik mengartikan wacana berdasarkan ciri struktural, ukuran wujud, dan media produksi wacana.

Pakar bidang sosiologi mengartikan wacana berdasarkan konteks sosial pemakaian bahasa. Pakar psikologi sosial melihat wacana sebagai suatu pembicaraan, yang mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik pemakaiannya.

Pakar  bidang politik, melihat wacana sebagai strategi politik pemakaian bahasa, karena bahasa (wacana) merupakan aspek sentral dari penggambaran suatu subjek. Bahasa merupakan media penyampaian ideologi, dan lewat bahasa pula masyarakat bisa menyerap ideologi dari subjek tertentu. wacana tersebut dikenal juga istilah teks. Teks menurut Brown dan Yule diartikan secara teknis, yaitu rekaman verbal dari suatu tindak komunikasi (biasanya berupa tulisan atau rekaman cetak). Sebagai rekaman verbal, teks tidak mempunyai konteks (non kebahasaan) yang lengkap, sehingga dapat dikatakan bahwa teks merupakan wacana tanpa konteks (non kebahasaan). Selain rekaman tertulis (cetak), ada bentuk rekaman yang lain, misalnya kaset. Rekaman berupa kaset mempunyai keterbatasan, karena rekaman pita tidak mampu mengakomodasi aspek wacana lain yang diperlukan dalam memahami wacana. Aspek tersebut misalnya latar peristiwa dan konteks non kebahasaan lainnya. Rekaman tertulis mampu mewadahi  apa saja, oleh sebab itu, rekaman tertulis lebih akomodatif.

 

2.2 Jenis-jenis Wacana

Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat. Wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi.

Wacana Narasi

Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.

 

 

Wacana Deskripsi

Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.

 

Wacana Eksposisi

Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.

 

Wacana Argumentasi

Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.

 

Wacana berdasarkan jumlah patisipan (penuturnya), menurut Oka dan Suparno dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) wacana monolog, (2) wacana dialog, dan (3) wacana polilog. Wacana monolog adalah wacana yang dituturkan oleh seorang partisipan tanpa diikuti oleh partisipan lainnya. Misalnya, kotbah dan ceramah. Wacana yang dituturkan oleh dua orang dalam suatu komunikasi verbal disebut wacana dialog. Apabila suatu komunikasi verbal partisipan (penuturnya) lebih dari dua orang, maka komunikasi itu akan menghasilkan wacana polilog.

Brown dan Yule membedakan wacana berdasarkan fungsi bahasa. Berdasarkan fungsi bahasa tersebut wacana dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu wacana transaksional dan wacana interaksional. Wacana transaksional adalah wacana yang digunakan untuk mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar. Contoh jenis ini, misalnya wacana untuk ceramah dan kotbah.

Wacana interaksional adalah wacana yang digunakan untuk menciptakan hubungan sosial dan hubungan personal, dan biasanya lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat interaksi. Contohnya jenis ini adalah wacana dialog dan polilog.

 

2.3 Kohesi dan Koherensi

Istilah kohesi tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan. Adapun dalam koherensi tersirat pengertian pertalian atau hubungan. Bila dikaitkan dengan aspek bentuk dan aspek makna bahasa, maka kohesi merupakan aspek formal bahasa, sedangkan koherensi merupakan aspek ujaran (speech) (Henry Guntur Tarigan, 1987: 96). Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren (Anton M. Moeliono, 1988:343). Menurut Fatimah Djajasudarma (1994 : 456) kohesi merujuk pada perpautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pada perpautan makna. Pada umumnya wacana yang baik memiliki keduanya. Kalimat atau kata yang dipakai bertautan dan pengertian yang satu menyambung pengertian yang lainnya secara berturut-turut. Jadi kohesi dan koherensi menjadi aspek yang sangat penting.

 

 

Paragraf

Paragraf adalah gabungan kalimat yang mengandung satu gagasan pokok dan didukung oleh gagasan-gagasan penjelas. Gagasan pokok dan gagasan penjelas ini harus memiliki keterpaduan bentuk (kohesi) dan keterpaduan makna (koherensi).

Kepaduan Makna (Koherensi)

Suatu paragfraf dikatakan koheren, apabila ada kekompakan antara gagasan yang dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki hubungan timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu gagasan utama. Tidak dijumpai satu pun kalimat yang menyimpang dari gagasan utama ataupun loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan.

Contoh:

Buku merupakan investasi masa depan. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna. Radio adalah media alat elektronik yang banyak didengar di masyarakat. Namun demikian, minat dan kemampuan mambaca tidak akan tumbuh secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses dan sarana yang kondusif.

Paragraf di atas dikatakan tidak koheren karena terdapat satu kalimat yang melenceng dari gagasan utamanya yaitu kalimat yang dicetak tebal.

Keterpaduan Bentuk  (Kohesi)

Apabila koherensi berhubungan dengan isi, maka kohesi atau keterpaduan bentuk berkaitan dengan penggunaan kata-katanya. Bisa saja satu paragraf mengemukakan satu gagasan utama, namun belum tentu paragraf tersebut dikatakan kohesif jika kata-katanya tidak padu.

Contoh:

Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.

Paragraf di atas mengemukakan satu gagasan utama, yaitu mengenai masalah naik turunnya produksi beras Indonesia. Dengan demikian koherensi kalimat tersebut sudah terpenuhi, namun paragraf tersebut dikatakan tidak memiliki kohesivitas yang baik sehingga gagasan tersebut sulit dipahami. Paragraf tersebut perlu diperbaiki, misalnya dengan memberikan kata perangkai seperti berikut ini.

Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Akibatnya, impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PENUTUP

3.1 Simpulan

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional.

Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat. Wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi.

Istilah kohesi tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan. Adapun dalam koherensi tersirat pengertian pertalian atau hubungan. Bila dikaitkan dengan aspek bentuk dan aspek makna bahasa, maka kohesi merupakan aspek formal bahasa, sedangkan koherensi merupakan aspek ujaran

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

http://id.shvoong.com/social-sciences/communication-media-studies/2050654-jenis-jenis- wacana/#ixzz26cKiJqk1

 

 

Halo dunia!

Selamat datang di WordPress.com! Ini adalah postingan pertama Anda. Klik Sunting untuk memodifikasi atau menghapusnya, atau tulis postingan baru. Kalau mau, gunakan postingan ini untuk menyampaikan kepada para pembaca mengapa Anda membuat blog ini dan apa rencana Anda selanjutnya.

Selamat ngeblog!